Hilang Begitu Saja

Saat aku mulai ngekos di salah satu kos yang dekat dengan kampusku, saat itu juga aku mulai mengenalnya. Namun saat itu aku begitu tak acuh dengan dirinya. Hingga suatu malam saat aku dan sahabatku yang juga ngekos di tempat sama melihat dirinya sedang menjemur pakaiannya. Aku dan Juni melihatnya dari lantai dua karena kebetulan kami menyewa kamar yang ada di lantai dua.
“ganteng ya cowok yang lagi jemur baju itu.” tiba-tiba saja sahabatku ini membuka pembicaraan kami. Aku bukannya mengiyakan kalimatnya, namun aku malah mengejeknya. “ganteng darimana coba? Jelek gitu dibilang ganteng.. Aneh kamu Jun..” aku langsung masuk ke kamar kami.
Dua hari kemudian ibu kos kami mengadakan pertemuan untuk semua anggota baru yang ada di kos ini. Lalu kami semua dikumpulkan di lantai bawah. Saat itu aku tidak sengaja berdiri berhadapan dengan pria yang dikatakan sahabatku. Aku meliriknya untuk memastikan apakah dia benar-benar ganteng atau sesuai dengan ucapanku. Saat aku meliriknya, ternyata dia sudah menatap ke arahku terlebih dahulu. Seketika saja aku terasa seperti mati berdiri saat dia menatapku dengan seksama.
Tak terasa kini giliranku yang memperkenalkan diri. “nama saya jacklyn.. Saya salah satu mahasiswi di Politeknik Negeri Medan.. Dan saya mengambil jurusan Konstruksi gedung..” dengan santai saya memperkenalkan diriku. Mungkin karena bagiku perkenalan ini sangat membosankan, hingga aku tak sadar kalau sudah giliran pria yang ada di hadapanku ini. “nama saya Rio, saya sudah berada di kos ini selama empat tahun.” dia hanya menjelaskan tentang dirinya sebatas panjangnya penggaris 30 cm. Sangat singkat dan tidak bertele-tele.
Setelah selesai kami pun kembali kekamar kami masing-masing. Saat di dalam kamar, aku mengatakan kepada sahabatku ini bahwa apa yang kukatakan memang benar. Dia tidak setampan yang dikatakannya. “hahahahahaha.. Mata kamu katarak kali jack..” aku menyerngitkan kedua alis mataku, tanda aku kesal dengan ucapannya. Aku langsung naik ke tempat tidurku dan tidak menghiraukan lagi ocehan sahabatku.
Beberapa hari kemudian aku kembali berpapasan dengan pria itu, dan lagi-lagi dia melihatku dengan tatapan yang sama. Lama-lama aku merasa kesal dengan pria itu. Karena kesalnya aku selalu menceritakannya kepada sahabatku yang sekaligus tempatku mencurahkan isi hatiku. Saat aku menceritakannya dia selalu tertawa dan mengatakan kepadaku untuk berhati-hati dengan ucapanku. Tapi aku tetap saja tidak memperhatikan ucapanku. Aku selalu mengatakan bahwa aku sangat membenci pria itu, apalagi saat dia melirikku.
Hingga suatu malam saat aku dan sahabatku hendak ke toko alat tulis untuk membeli sesuatu, tiba-tiba pria itu ada di belakang kami. Saat itu cuaca sedang tidak baik. Hujan menghampiri kami, namun aku dan sahabatku sudah membawa payung dan selalu membawa payung kemana pun kami pergi. Aku melihatnya tidak membawa payung dan entah angin apa yang menghampiriku, aku langsung berhenti dan menatapnya. Dia juga otomatis berhenti dan melihatku. Aku langsung memberi payungku tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Aku langsung mendekatkan diriku ke sahabatku, dan mengajaknya pergi.
Esoknya aku bertemu dengannya, dan dia mengembalikan payungku. Aku semakin kesal dengannya karena tidak mengucapkan kata terimakasih, ataupun tersenyum. Aku ingin memukul kepalanya dengan payungku, namun niatku langsung kuurungkan mengingat bahwa tindakan itu tidak baik. Aku langsung naik ke lantai atas tanpa mengatakan apapun padanya. Aku selalu merasa jengkel saat bertemu dengannya, hingga sudah tiga bulan kami di sini.
Tanpa kusadari rasa benciku ini berganti menjadi kata suka yang kemudian menjadi kata cinta. Aku mulai memperhatikannya dan mencari tahu info dirinya melalui akun-akun sosmednya. Karena asiknya aku mencari, aku tidak sadar kalau aku sedang diperhatikan sahabatku. Dia menertawakanku sangat keras bagaikan kerasnya petir menyambar pohon. Aku sangat malu mengingat apa yang selalu kukatakan kalau aku sangat membencinya. Walaupun begitu sahabatku tetap mendukung dan menyemangatiku untuk tidak menyerah.
Akhirnya setelah beberapa hari aku menemukan akunnya dan tanpa pikir panjang aku meminta pertemanan padanya. Aku sangat senang sekaligus sedih karena aku tidak berani membuat nama asliku pada akunku. Aku takut kalau dia mengetahui diriku yang meminta pertemanan pasti dia tidak akan mau menerimanya. Sejak saat itu aku selalu memperhatikannya dalam diam. Selalu berharap kalau dia tetap melihatku seperti dia melihatku sewaktu dulu.
Namun entah apa yang terjadi, saat kami pulang dari rumah orangtua kami karena libur panjang dari kampus. Aku tidak pernah melihatnya lagi di kamar kos nya, bahkan tak pernah bertemu dengannya saat kapan pun itu. Aku melacak dari akun-akun sosmednya, namun harapanku tak terkabulkan. Aku tetap saja tidak tahu ke mana dia pergi. Dan tepat hari ini sudah dua bulan dia pergi tanpa meninggalkan jejak. Kini aku hanya berharap agar dia kembali ke kos ini, agar aku tetap dapat melihat tampan wajahnya dan sebagai sumber semangatku, dan dia merupakan tipe ideal yang aku suka. Aku tetap menunggumu di sini walaupun kamu tidak tahu kalau kini aku sangat mencintaimu.
Cerpen Karangan: Elmina Sianturi
Facebook: Elmina Xyantoery

Comments