Saat Hati Tersentuh Cinta

Ketika itu suasana pagi begitu dingin. Sudah beberapa hari ini hujan menghiasi langit yang biasanya begitu cerah. Suasana pagi di tempat itu tak seperti biasanya. Tak ada orang  yang berlalu lalang untuk bekerja, tak ada penjual yang lewat di jalanan untuk menjual dagangannya. Pagi itu memang suasan sendu, jalanan panjang terasa begitu sunyi. Tak ada anak - anak yang berjalan untuk pergi sekolah. Tapi ada hal yang berbeda di sebuah rumah sederhana di pojok jalan, di rumah itu terdengar  suara sayup - sayup memanggil.
”Asti...hati – hati di jalan nak!”
”Iya bu.” sahut Asti. Asti memang anak yang rajin, tak ada kata menyerah di hidupnya. Walaupun hujan ia tetap semangat untuk bersekolah demi cita – citanya.
”Asti...Asti...” terdengar suara dari kejahuan. Asti menoreh kebelakang sambil tersenyum manis, dia hanya menatapnya dari kejauhan.
”Asti tunggu Sila donk!”
”Iya Sila, nih Asti tungguin gak mungkin Asti lari.”
”ha....ha...”Sila tertawa mendengar ucapan Asti tadi, mereka memang teman dekat sejak duduk di SLTP hingga di SMA pun satu sekolahan, tidak hanya itu mereka juga duduk satu bangku di kelas.
            Setelah beberapa saat mereka tiba di sekolah. Suasana di sekolah sama saja di lingkungan rumah Asti. Begitu sunyi dan sepi, hanya beberapa siswa – siswi saja yang kelihatan wara – wiri di depan kelas. Asti dan Sila mulai memasuki ruangan kelas, di dalamnya hanya ada beberapa orang yang sedang bercanda, ada juga yang membaca buku.
            ”Cuma sepuluh orang ya?”
            “Sepuluh apanya sih As?”tanya Sila dengan wajah heran.
Asti terdiam sejenak sambil menatap kesekeliling kelas. “maksudku Sil, teman – teman kita gak banyak yang datang , kenapa ya?”
“Ya ampun As, Sila pikir apaan sepuluh orang, rupanya teman kita toh..udahlah gak usah di pikirin bikin capek aja.”
“Gak gitu Sil, aku kasihan sama mereka rugi kan kalau kita gak masuk ke sekolah”.
            Begitulah sifat Asti yang selalu semangat dalam belajar, selalu menanyakan jika teman – temannya tak hadir di sekolah. Tak terasa jam pelajaran hari ini telah usai, walaupun teman – temannya tidak banyak yang datang, semangatnya tak akan runtuh untuk menuntut ilmu.
            Suasana siang itu berubah menjadi begitu panas, angin hanya sesekali saja berhembus. Asti bergegas kembali kerumah dengan berjalan kaki tanpa Sila. Sila tak pulang bersamanya hari ini. Jalanan panjang di lewatinya dengan tongkat kesayanganya. Asti tak bisa berjalan sempurna, kaki kirinya cacat dari lahir. Tetapi, ia tak pernah mengeluh tentang keadaanya selama ini.
            Setelah beberapa saat Asti tiba di rumah. Ia terlihat begitu lelah, ibunya dengan muka yang begitu tenang mengajak Asti untuk masuk ke dalam rumah. Jam menunjukkan pukul tiga siang, saat dimana setiap orang menghabiskan waktu istirahat untuk tidur. Tetapi tidak dengan Asti, ia mengambil pena dan beberapa helai kertas untuk menyiapkan cerpen yang akan dikirimnya ke suatu ajang perlombaan cerpen.
            ”Asti..ayo keluar kita pergi ke tempat wak Mur, kita sudah janji dengan wak Mur untuk kerumahnya sore ini!”
            ”Bu..Asti gak mau ikut bu..Asti capek bu” sahut Asti dari dalam kamar.
Ibu Asti hanya terdiam, ia mengetahui sifat anak tercintanya itu kalau Asti anak yang pendiam dan tak mau di ajak kemana – mana.
            Pagi telah datang kembali, sinar mentari pagi begitu cerah. Asti memulai tugas rutin di hari Minggu. Asti seorang anak yang mandiri, walaupun kakinya tak sempurna ia tetap mengerjakan pekerjaan rumah membantu ibunya. Ia hanya tinggal berdua bersama ibu tercintanya. Asti menuju jendela, ia menyibak tirai di jendela. Tak sengaja ia melihat seseorang pria pengantar koran di depan rumah tetangganya.
            ”Koran..bu, ini korannya ya!, uangnya besok saja diambil.”teriak seorang pengantar koran. Asti mendengarnya lewat jendela rumah. Entah mengapa pandangan Asti tertatap pada pria pengantar koran itu. Pria pengantar koran yang berbadan tegap layaknya anggota kepolisian
            ”dia siapa ya?, sepertinya aku pernah melihatnya tapi dimana ya?”Asti tetap saja menatap gerak pengantar koran itu.            ”aduh..dimana ya, aku kok bisa lupa ya!ya sudah lah tak usah di pikirin”. Gumamnya dalam hati.
            Asti tak henti – hentinya memikirkan pengantar koran tadi. Padahal ia sudah tak ingin memikirkannya, tapi tak bisa ia lupakan. Sebelum terlelap dalam tidurnya ia masih saja memikirkan pengantar koran tadi pagi. ”o..ya sekarang aku baru tahu dia anak kuliah yang sering lewat di depan sekolah,nah..ya itu dia gak salah lagi.” dengan wajah yang begitu riang ia terbangun dari tempat tidurnya. Asti terus saja memikirkan pengantar koran itu.
            ”Koran..bu korannya!” suara itu membuat Asti terbangun dari tidurnya. Tak disangka hari telah pagi. Dengan segera ia bergegas mengambil tongkatnya membuka jendela dan melihat keluar jendela.”oh... itu dia..pengantar korannya.”
Tak sengaja pengantar koran melihat Asti yang sedang mengintip di jendela. Dia memberi senyuman pada Asti. Pipinya langsung memerah, ia langsung menutup tirai di jendela dan bergegas keluar kamar.
            Jantung Asti pada waktu itu seperti mau copot. Belum ada seorang lelaki yang menatap dan memberi senyuman yang begitu manis padanya. Sewaktu pulang sekolah ia dengan terburu – buru keluar dari kelasnya. Seolah – olah ia lupa kalau ia menggunakan tongkat. Ia jalan begitu terburu – buru.
            ”Asti..tunggu Sila donk,mau kemana sih kok buru – buru!”
            ”Aduh, sil aku buru – buru ada hal penting yang harus aku kerjakan,udah ya !”
            ”Ih..Asti kenapa ya kok aneh hari ini?udah..ah Sila pulang sendiri aja.”
Asti meninggalkan Sila begitu saja. Asti terus berjalan dengan tongkat kesayanganya. Di perjalanan pulang tak sengaja ia berjumpa dengan pengantar koran itu. Lelaki itu tersenyum pada Asti dan menengurnya dengan sapaan yang begitu lembut.
            ”Eh,kamu perempuan yang ngintip dari jendela itu ya?”
            ”I..y..a maaf ya!.”jawab Asti dengan sedikit terbata – bata.
            ”oh..itu gak masalah kok! Duduk di sini aja yuk!” lelaki itu mengajak Asti duduk di halte penungguan bis.
            ”oh..ya namaku Arif nama kamu?”lelaki itu begitu ramah pada Asti.
            ”Asti..”
            ”kamu pemalu ya!”
Asti menggelengkan kepalanya, dan ia tak menegeluarkan sepatah kata apapun
            ” Udah dulu ya..!”dengan terburu – buru Asti meninggalkan Arif.

            ”Ada apa dengan Asti ya, apa dia takut dengan ku? Wajah ku gak seram – seram amat!”sambil berkaca lewat handphonenya.
            Tak berapa lama Asti sampai di depan rumah. Tak henti – hentinya ia megumbar senyum di bibirnya, sampai – sampai ibunya sendiri heran melihat tingkah laku Asti yang aneh.
            ”Aduh...Asti, tadi kenapa pergi buru – buru sih, oh.. Tuhan andaikan waktu siang tadi bisa terulang kembali”ungkap Asti dalam hati. Beberapa hari ini sifat Asti tak seperti biasanya, ia lebih sering menghabiskan waktunya dengan duduk di teras depan rumah. Ibunya begitu heran melihat tingkah lakunya, tetapi ibunya merasa senang karena Asti sudah tak mengurung diri lagi di kamar.
            Beberapa hari ini tingkah Asti tak seperti biasanya. Tak ada lagi di tanganya sebuah pena dan sehelai kertas untuk menyambung cerpennya. Dia hanya menghabiskan waktunya dengan duduk -  duduk di teras depan rumah.
            Di keesokan harinya, ia sengaja menunggu pengantar koran yang bernama Arif. Ia tak berani menatapnya secara langsung, seperti biasa ia hanya menatap Arif dari balik tirai jendela. Asti begitu kagum pada Arif, padahal ia baru saja mengenalnya.
            “Aku heran dengannya dia anak kuliahan tapi loper koran juga, aduh...bikin penasaran aja!”dengan rasa ingin tahu Asti menatap Arif dari kejahuan. Tetapi, ada hal yang tak di sangka olehnya, tiba – tiba di waktu bersamaan Arif juga melirik ke jendela rumah Asti. Jantung Asti berdetak begitu kencang, aliran darahnya seperti berhenti, Wajahnya pucat pasi, ia tak mengerti apa yang terjadi. Tak berpikir panjang lagi ia langsung menyibak tirai jendela.Arif hanya terdiam dari kejauhan tak mengerti akan sikap Asti.
            Ia tak mengerti apa yang terjadi pada dirinya belakangan ini. Hatinya sering tak tenang dan gelisah, ia selalu saja memikirkan sosok Arif yang menurutnya penuh kharisma. Di tengah keheningan malam ia mengambil sehelai kertas dan mencurahkan segala isi hati yang beberapa hari ini di simpan rapat dalam lubuk hatinya.

Aku tak mengerti apa yang terjadi pada diriku sendiri, aku begitu kagum padanya. Aku tak berani menatap tatapan matanya. Aku malu dengan keaadaan ku. Aku malu pada diriku sendiri. Apakah orang sepertiku tak boleh jatuh cinta?, dan bagaimana dengan sekarang disaat hatiku tersentuh oleh cinta? aku memang tak sempurna tapi aku punya hati yang bisa merasakan cinta. Aku tak pernah jatuh cinta, tapi kali ini aku benar – benar jatuh cinta pada orang yang baru saja ku kenal, tapi apa daya aku tak berani mengungkapkannya. Aku tak tahu pada siapa  aku akan mengadu. Aku sama seperti remaja putri lainnya yang bisa merasakan indahnya jatuh cinta, tetapi aku malu dengan keadaan ku...aku malu...
Pagi telah bersinar kembali. Tidak seperti biasanya Asti tak menyibak tirai jendela untuk melihat Arif dari kejauhan. Wajahnya begitu masam, senyuman tak menghiasi wajahnya pagi ini. Setibanya di sekolah, ia tak menegur Sila seperti biasa, ia hanya tersenyum pahit pada teman akrabnya itu. Sila tak mengerti apa yang terjadi pada Asti, beberapa hari ini tingkah Asti agak aneh.
“As, kenapa sih gimana udah siap cerpen yang mau dikirim?”sambil memegang bahu teman akrabnya itu.
“Belum” asti begitu ketus padanya.
”Asti cerita aja pada Sila kalau ada masalah!”
Asti hanya terdiam menatap buku dihadapannya. Sikap Asti tak seperti biasa, tak ada senyuman, tak ada kata- kata semangat yang keluar dari bibirnya. Hal ini membuat Sila begitu cemas,ia tak ingin temannya berubah menjadi seperti ini.
            ” As, ayo donk cerita !”bujuk Sila dengan nada manja.
            “ Udah..cukup Sil, aku capek, aku bosan dengan keadaanku. Kamu gak akan ngerti dengan keadaanku. Batinku ini sakit, aku selalu menahan perasaan di saat aku jatuh cinta. Aku tak sama denganmu, di saat kamu jatuh cinta, kamu bisa mengungkapnya!,tapi tidak dengan ku, aku malu untuk jatuh cinta pada seseorang karena keaadanku tak sempurna. Aku cacat, aku pincang  Sil.” jawaban Asti membuat wajah Sila pucat pasi, ia tak menyangka kalau teman yang selama ini begitu ceria,  penuh semangat dan selalu bersyukur dengan apa yang di anugrahkan oleh Sang Pencipta berubah menjadi Asti yang tak pernah ia kenal sebelumnya.
            ”As, Sila tak mengerti apa yang terjadi pada Asti. Asti udah berubah, dimana Asti yang  Sila kenal dulu yang semangat dan selalu bersyukur dengan apa yang adanya!”.
Asti hanya terdiam, tak menjawab dengan sepatah kata apapun. Ia mengambil tas dan beranjak pulang, padahal jam pelajaran belum usai. Ia meminta izin untuk pulang karena sakit, padahal tak begitu keadaannya. Asti bersikap begitu dingin pada Sila. Sila berusaha untuk menyadarkan Asti tentang perbuaatannya, tapi Asti tak menggubrisnya.
Di tengah perjalanan pulang, tak sengaja ia berjumpa dengan Arif, lelaki yang berbadan tegap yang ia kenal sebagai pengantar koran.

”Asti,kok sudah pulang, belum jam pulang kan!”Arif mendekati Asti. Asti hanya terdiam membisu.
            ”Asti punya masalah ya?, cerita aja biar tenang nanti basi lo.. kalau di simpan.” Arif berusaha menghiburnya. Senyum kecil telah menghiasi bibir Asti.
            ”Apakah aku salah jatuh cinta?” tiba – tiba saja kata itu keluar dari bibirnya
            ”Apa salah jatuh cinta?”Arif begitu heran mendengar pertanyaan dari Asti
            ”Iya..apakah cinta itu hanya untuk orang yang sempurna aja!. Apakah orang cacat
             Seperti ku tak boleh jatuh cinta?”tatapan Asti begitu serius pada Arif.
Arif tersenyum padanya, ia mengajak Asti duduk di halte tempat biasa.
            ”As, pertanyaan mu membuat aku geli.“
            “Loh..kenapa?“
            “Aku baru kali ini menjumpai orang sepertimu, pertanyaanmu benar – benar lucu
            Ha...ha...”Arif tak menyadari kalau sikapnya membuat Asti marah.
            ”Udah ..Rif, aku tahu kamu menertawakan aku karena orang sepertiku memang
             Tak boleh jatuh cinta, ya kan Rif?”
Arif tertegun mendengar pernyataan Asti. Ternyata Asti benar – benar serius menanyakan hal itu padanya. Ia menatap Asti dengan tatapan yang begitu serius.
            ”As, cinta itu membuat seseorang larut dalam suka dan duka, membuat hati selalu
             Gelisah , namun cinta membuat hati seseorang senang dan cinta juga selalu
            Membuat seseorang bersyukur akan nikmat Tuhan, karena cinta itu adalah
            Kehidupan , tak mungkin ada kehidupan tanpa adanya cinta. Cinta tak pandang
            Pada siapa cinta akan datang, orang kaya atau miskin, sempurna atau tidak pasti
            Merasakan yang namanya cinta. Hal yang lumrah jika kita jatuh cinta, tetapi kita
            Jangan biarkan cinta merusak cerita kehidupan yang telah kita persiapakan, kamu
            Ngerti kan As?”
            Jawaban panjang dari Arif membuatnya mengerti akan cinta yang ia rasakan. Tetapi tetap saja ia tak berani mengungkapkan perasaannya pada Arif. Setelah berhenti sejenak perbincangan mereka kembali berlanjut.
            ”Sekarang aku mengerti bahwa cinta bisa saja datang pada siapapun, jangan
            Sampai cinta merusak harapan yang telah  aku tanamkan sejak dulu, untuk meraih
            Cita – citaku. Apalagi aku belum cukup dewasa untuk memahami cinta yang lebih
            Jauh, begitu kan maksudnya?”
            ”Kamu benar As, kamu masih muda jadi lebih baik gunakan waktu untuk meraih
             Harapanmu. Biarkan perasaan cinta yang telah tumbuh itu indah pada waktunya.
             Suasana perbincangan mereka begitu hangat. Asti sekarang sadar bahwa siapapun merasakan cinta, tetapi sekarang bukan saatnya untuk cinta itu tumbuh.
            ”As, ada satu hal yang kamu belum mengetahuinya.” Arif membuat perasaan Asti
             Tak karuan.
            ” Apa, Rif?”
            ” Kamu itu motivasi untuk kehidupanku, aku begitu kagum padamu, walaupun
              Kamu tak sempurna, tapi kamu tak pernah putus asa tetap semangat bersekolah
              Demi cita – cita mu. Kamu pasti heran darimana aku bisa tahu segalanya, aku
              Sepupu dari Sila, aku mengetahui tentangmu dari Sila. Karena itu, aku sadar
              Bahwa aku yang diberi kelengkapan oleh Tuhan jangan di sia – siakan.
              Untuk itu, selain kuliah aku juga loper koran di pagi hari. Jadi jangan biarkan
              Cinta yang ada di hatimu menghancurkan semangat mu.”
Betapa terkejutnya Asti mendengar pernyataan dari Arif. Tak keluar sepatah katapun dari bibirnya. Yang terlintas di pikirannya hanya rasa malu pada dirinya sendiri.
            ”Sekarang aku sadar bahwa cinta akan datang pada siapa saja, termasuk padaku sendiri, seharusnya aku tak perlu malu dengan kekurangan fisikku ketika aku mulai merasakan cinta. Toh..karena kekuranganku orang yang kukagumi dan kucintai menjadi seseorang yang lebih baik di kehidupannya. Biarlah ia tak pernah tahu hati ku merasakan cinta padanya, karena memang belum saatnya cinta itu tumbuh.Mulai sekarang aku kembali menjadi Asti yang dulu, penuh semangat demi cita – citaku di masa depan.”ucap Asti dalam hati.

            ”Door...!” Arif tiba – tiba mengganggu lamunan Asti, ia tak mengetahui apapun yang diucapkan Asti dalam hatinya.
            ”Kenapa As, kamu gak menyangka kan?”
            ”Ya..sekarang aku mengerti.” Arif tak mengerti apa yang di pikirkan oleh Asti. Ia tak menyadari bahwa ia yang telah memberi jawaban tentang apa yang dialami Asti belakangan ini. Perbincangan panjang mereka telah usai, akhirnya Asti dengan penuh semangat kembali pulang untuk merangkai cerita kehidupan yang telah ia persiapkan demi harapan dan cita – citanya di masa depan.

Comments