DENDAM

Aku tak sabar menunggu pukul 8 pagi. Aku terus memandangi jam tanganku. Pukul 8 nanti Valdi mau mengajakku pergi ke taman penangkaran kupu-kupu. Dia teman terbaikku. Aku menunggunya di teras depan rumahku. Dia pun datang. Datang dengan sepeda ontelnya yang cukup tua. Namun cukup bagus untuk dipakai. Valdi nampak tampan dengan penampilannya.
“Ayo”
Aku tak menjawabnya, aku hanya melempar senyum padanya lalu naik ke sepeda. Aku sangat senang ketika dibonceng oleh Valdi. Aku lebih suka naik sepeda daripada naik motor. Sebenarnya aku juga punya sepeda, tapi sayangnya ban sepedaku bocor.
“Kita sampai, bagaimana, apa kau suka, wa?”
“Tentu saja” jawabku dengan bahagia.
Aku sangat suka dengan kupu-kupu.
“Salwa, apa kau membawa kamera?”
“Tentu saja aku membawanya, aku kan suka dengan kupu-kupu”
Valdi hanya senyum-senyum melihatku sangat senang. Aku mengambil kamera dari dalam tasku. Dan aku lupa menutupnya kembali. Tanpa kusadari seekor kupu-kupu hitam masuk ke dalam tasku, dan ikut terbawa pulang olehku
“Val, pulang yuk, udah capek banget nih” ajakku.
“Oke, ayo”
Entah mengapa sepanjang perjalanan pulang perasaanku menjadi tidak enak. Ah, sudahlah. Mungkin hanya perasaanku saja. Akhirnya kami pun sampai di rumahku.
“Makasih ya, Val. Udah mau ngajakin aku jalan.”
“Iya, sama-sama. Aku balik dulu ya.”
“Ya, sampai jumpa. Hati-hati ya, Val.” Aku menatap jalanan hingga tak nampak lagi sosok Valdi.
Perasaanku semakin tidak enak saja. Entah mengapa. Aku berjalan lemas menuju kamar mandi. Dan betapa terkejutnya aku saat aku melihat puluhan bangkai kupu-kupu terapung di atas air bak mandi. Namun, saat mengedipkan mata, semua bangkai kupu-kupu itu hilang. Aku berpikir itu hanyalah halusinasiku saja. Tapi aku benar-benar takut. Tak ada satu orang pun di rumah. Ayah dan ibu menjenguk nenek yang sedang sakit. Aku tidak diajak dengan alasan aku harus sekolah.
Selesai mandi aku pun berkaca di depan cermin. Lagi-lagi aku terkejut dengan hadirnya makhluk yang sangat menyeramkan. Aku melihatnya di cermin. Makhluk itu memiliki sayap hitam menyerupai kupu-kupu. Wajahnya pucat penuh darah, seolah-olah dia baru disiksa. Aku sangat ketakutan melihatnya. Anehnya lagi saat aku menengok ke belakang, makhluk itu telah hilang.
Malam pun tiba, angin bertiup kencang membuatku semakin takut saja. Pukul 9 malam setelah aku selesai belajar aku pun tidur. Angin masih bertiup kencang, lama-kelamaan diiringi gerimis yang turun. Aku merebahkan tubuhku di atas kasur. Mengingat kejadian siang tadi. Sayup-sayup kudengar suara rintihan tangis di bawah kasurku. Suaranya diiringi cakaran-cakaran kuku ke lantai. Aku sangat takut. Entah makhluk apa itu. Suara tangisnya semakin menjadi-jadi. Aku memberanikan diriku untuk tirun dari kasur dan menengok makhluk apa itu. Aku pun turun dari kasur. Makhluk itu pun keluar dari kolong kasur. Makhluknya sama persis seperti yang kulihat di cermin siang tadi. Dia tepat berada di depanku.
Pelan-pelan aku bertanya padanya.
“Siapa kau? Mengapa kau menggangguku?”
“Aku, aku ini kupu-kupu yang telah kau siska sewaktu kau kecil dulu. Kau juga menangkap teman-temanku. Kau mengurungku di dalam toples hingga aku dan teman-temanku mati. Kini aku akan membalaskan dendamku padamu. Hahaha…!!” makhluk itu tertawa mengerikan. Dia semakin mendekatiku. Aku tak bisa mengelak. Dia mencekikku hingga aku… mati.

Cerpen Karangan: Lulu Rohmatul Ulya
Facebook: Lu’lu Al-farizy

Comments